Kisah Sri Aji Joyoboyo Sang Raja Kediri, Petilasannya Selalu Ramai Dikunjungi

Kisah Sri Aji Joyoboyo Sang Raja Kediri, Petilasannya Selalu Ramai Dikunjungi
Kisah Sri Aji Joyoboyo Sang Raja Kediri, Petilasannya Selalu Ramai Dikunjungi

TUDEPOIN.COM – Kabupaten Kediri memang menyimpan sejuta sejarah yang belum kalian pahami, satu diantaranya adalah Petilasan Sri Aji Joyoboyo.

Tahukah kalian jika Patilasan Sri Aji Joyoboyo mempunyai sejarah yang menarik untuk kalian kenali sebagai tambahan wawasan sejarah.

Dapat di katakan petilasan Sri Aji Joyoboyo sebagai pusat sejarah dan cikal bakal berdirinya Kediri. Petilasan ini ramai didatangi oleh wisatawan lokal atau luar wilayah, ada yang sekedar hanya berkunjung atau berekreasi sejarah.

Ada pula yang tiba dengan niat untuk berwisata religi menurut kepercayaan masing-masing, ada yang tiba untuk tidur dan menginap buat memperoleh wangsit, ada juga yang tiba untuk melangsungkan selamatan umumnya sebagai pernyataan sukur karena ada keinginannya yang terkabulkan saat ia sembahyang pada tempat ini. Karena banyaknya ritual yang sebagian orang memandang sesat, tetapi banyak pula yang tidak mempersoalkan hal itu.

Saat kami coba berbicara dengan satu diantara pengurus petilasan Sri Aji Joyoboyo umumnya beberapa tamu yang melapor ke kuncen (juru kunci) cuma untuk sekedar berwisata dan cuma ingin ketahui seperti apakah bentuknya.

Tetapi banyak pula untuk yang lakukan ritual-ritual tertentu, tetapi untuk ritual pengunjung harus ditemani dengan kuncen, karena mengantisipasi melaksanakan ritual menyimpang diarea yang dipandang skral dan suci.

Lokasi Petilasan Sri Aji Joyoboyo

Petilasan ini berada 6 Km sisi utara Simpang Lima Gumul, Kabupaten Kediri. Persisnya, di Desa Menang, Kecamatan Pagu.

Di Simpang Lima Gumul, turuti jalur ke arah utara. Atau beralamat di Jalan Butolocoyo No.296, Menang, Pagu, Kediri, Jawa Timur. Untuk kamu yang ingin bertandang kesini tetapi tidak paham jalannya bisa kilk map.

Legenda Sri Aji Joyoboyo

Secara umum, yang dikatakan sebagai petilasan ialah rumah, tempat istirahat (dalam pengembaraan yang relatif lama), tempat pertapaan, atau tempat berlangsungnya kejadian penting.

Petilasan datang dari istilah Jawa yakni kata awal tilas yang bermakna bekas. Petilasan sebagai satu tempat yang sempat disinggahi atau ditinggali oleh seorang yang dipandang penting.

Untuk kalian yang tidak mengenal figur Sri Aji Joyoboyo, beliau ialah figur yang populer sebagai seorang raja pada jaman Kerajaan Kediri.

Nama gelar lengkapnya ialah Sri Maharaja Sang Mapanji Jayabhaya Sri Warmeswara Madhusudana Awataranindita Suhtrisingha Parakrama Uttunggadewa.

Dia populer karena Kerajaan Kediri mencapai masa keemasan pada jaman pemerintahanya yakni di tahun 1135-1157 Masehi. Joyoboyo dikatakan sebagai titisan Wisnu, penguasa negara Widarba yang beribu kota di Mamenang.

Ayah Joyoboyo namanya Gendrayana. Dan Gendrayana sendiri ialah anak Yudayana, Yudayana anak Parikesit, Parikesit anak Abimanyu, Abimanyu anak Arjuna, Arjuna ialah satria ke-3 dari Pandawa. Selainnya jadi seorang raja, Joyoboyo dikenal juga sebagai seseorang yang sakti.

Dia dipercayai mempunyai kejernihan batin hingga Ia sanggup memprediksi apa yang hendak terjadi di periode mendatang. Ramalan-ramalan ini direalisasikan dalam kitabnya yang populer yakni Jangka Jayabaya.

Meski begitu, warga banyak yang masih kurang tahu mengenal Legenda Petilasan Sri Aji Joyoboyo.

Petilasan ini berada di Desa Menang Kecamatan Pagu Kabupaten Kediri. Legenda merupakan salah satu wujud karya sastra lisan yang wajib dilestarikan.

Legenda Petilasan Joyoboyo ini sebagai peninggalan budaya yang dimiliki oleh warga Kediri, khususnya untuk warga Menang.

Saat hidupnya, Raja Joyoboyo mempunyai seorang permaisuri yang namanya Dewi Sara. Hasil dari perkawinannya, Raja Joyoboyo mempunyai 3 orang putri dan seorang putra.

3 orang putri itu ialah Dewi Pramesti, Dewi Pramuna, Dewi Sasanti, dan seorang putra namanya Raden Jayawijaya. Tetapi, di saat ke-3 putrinya sudah dewasa dan menikah.

Mereka bertiga diceraikan dan jadi janda. Walau sebenarnya, saat Dewi Pramasti diceraikan, dia sedang hamil. Pada periode kehamilan Dewi Pramasti yang sudah capai 9 bulan, Dewi Pramasti tidak melahirkan.

Dia justru terus-terusan kesakitan sepanjang tujuh hari tujuh malam. Menyaksikan kondisi putrinya yang begitu, karena itu Raja Joyoboyo dan istrinya meminta petunjuk dewata.

Saat itu, Raja Joyoboyo mendapatkan bisikan jika Dia harus melepas posisinya sebagai titisan Batara Wisnu. Demi cucu dan mengingat jika umurnya sudah makin lanjut, karena itu dia segera ngraga sukma yakni melepas sukma sebagai titisan Dewa Wisnu. Selang beberapa saat lahirlah seorang putra yang dinamakan Anglingdarma.

Lahirnya Anglingdarma diikuti dengan situasi alam yang betul-betul mengerikan. Kilat bersambungan, hari gelap pekat dan gempa juga mengguncang bumi seakan dunia akan usai waktu itu juga. Menyaksikan kondisi itu, Raja Joyoboyo memanggil semua perwira dan keluarga keraton, Beliau umumkan mengenai kelahiran Anglingdarma.

Dari badan Anglingdarma terlihat cahaya (sinar) jelas memancar, Tetapi bersamaan dengan itu juga beberapa perwira dan keluarga kaget Raja Joyoboyo muksa, kembali lagi ke alam kelanggengan. Petilasan Sri Aji Joyoboyo dipisah menjadi dua tempat yakni Pamuksan Joyoboyo dan Sendang Tirtokamandanu.

Walau terdiri dari 2 lokasi yang terpisah, tapi sebagai satu kesatuan. Saat sebelum masuk Petilasan Sri Aji Joyoboyo, kita akan melalui tiga pintu.

Dalam masalah ini, warga Jawa yakin apabila manusia pastinya mengalami tiga alam kehidupan, yakni alam kandungan, alam nyata, dan alam sukma atau alam akhirat. Sesuai dengan asal ucapnya, pamuksan bisa disimpulkan sebagai tempat muksa dari Prabu Joyoboyo.

Menurut legenda yang ada, Joyoboyo tidak disebutkan wafat tapi Dia muksa yakni lenyap bersama jasadnya. Dalam pamuksan ini ada loka muksa, loka busana dan loka makuta. Warga yakin pada hal itu, karena sampai saat ini jasad Joyoboyo tidak ditemukan.

Pamuksan Sri Aji Joyoboyo dipugar pada 22 Februari 1975 dan disahkan pada 17 April 1976. Loka muksa yakni tempat muksanya Prabu Joyoboyo. Loka busana ialah tempat busana dari Prabu Joyoboyo, sedangkan loka makuta ialah tempat mahkotanya.

Dan Sendang Tirtokamandanu sebagai sendang yang digunakan oleh Joyoboyo saat sebelum Dia muksa, tirto memiliki arti air dan kamandanu memiliki arti kehidupan . Maka Tirtokamandanu bisa disimpulkan sebagai air kehidupan.

Dalam masalah ini ialah hidup kembali menjadi seorang yang suci. Warga yakin air sendang itu dapat mensucikan. Oleh karenanya, saat sebelum warga berdoa minta karunia mereka akan mandi di sendang lebih dulu, Sendang Tirtokamandanu dipugar di tahun 1982.

Pemugaran ini diprakarsai oleh Keluarga Besar Hondodenta, Keraton Jogjakarta, yang dikoordinasi oleh Sri Sultan Hamengku Buwono VI. Mengingat jika Joyoboyo ialah tokoh yang sakti, karena itu banyak warga yang tiba ke petilasan untuk minta berkah.

Tidak terbatas pada masyarakat sekitaran saja tapi juga warga luar Kediri. Untuk warga, ada empat lokasi yang dipandang keramat yakni loka muksa, loka busana, loka makuta, dan sendang tirtokamandanu. Loka muksa dipandang seperti tempat muksanya Prabu Joyoboyo. Loka busana sebagai tempat busana.

Loka makuta memiliki arti tempat mahkota. Dan sendang tirtokamandanu sebagai pemandian yang dipakai oleh Joyoboyo saat sebelum Ia muksa. Selainnya dipandang seperti tokoh yang sakti, Joyoboyo sebagai nenek moyang dari warga Kediri.

Maka dari itu keyakinan warga pada petilasan juga masih tinggi. Warga selalu mengadakan upacara tradisi atau ritual khusus sebagai wujud kepercayaan warga pada petilasan.

Ritual ini dilakukan tiap tanggal 1 Muharam atau 1 Suro. Dalam upacara ini umumnya berbentuk arak-arakan yang diawali dari balai desa Menang ke arah loka muksa lalu usai di sendang Tirtokamandanu. Disamping sebagai salah satunya bentuk sastra lisan, legenda petilasan ini sebagai peninggalan budaya yang dipunyai oleh masyarakat.

Tidak hanya sebagai asset untuk warga masyarakat Menang saja karena sudah dipotensikan sebagai tempat rekreasi wilayah Menang, tapi juga untuk bangsa Indonesia karena legenda adalah wujud khasanan budaya bangsa Indonesia yang perlu dilestarikan.

Nah, itu lah sebagai keterangan mengenai petilasan Sri Aji Joyoboyo yang berada di Desa Menang, Kec. Pagu, Kab. Kediri. Pesan dari kami, bila bertandang atau berekreasi di petilasan Sri Aji Joyoboyo supaya selalu menjaga dan merawat, tidak boleh suka coret-coret dan menghancurkan keaslian situs, dan buanglah sampah pada tempatnya.***